Villa Isola tampak depan (ca.1933-40)
Villa
Isola adalah bangunan villa yang terletak di kawasan pinggiran utara Kota
Bandung. Berlokasi pada tanah tinggi, di sisi kiri jalan menuju Lembang (Jln.
Setiabudhi), gedung ini dipakai oleh IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan) Bandung, yang sekarang menjadi Universitas Pendidikan
Indonesia-UPI). Villa Isola adalah salah satu bangunan bergaya arsitektur Art
Deco yang banyak dijumpai di Bandung.
Villa
Isola dibangun pada tahun 1933, milik seorang hartawan Belanda bernama
Dominique Willem Berretty. Kemudian bangunan mewah yang dijadikan rumah tinggal
ini dijual dan menjadi bagian dari Hotel Savoy Homann. Perkembangan
selanjutnya, ia dijadikan Gedung IKIP (sekarang UPI) dan digunakan sebagai
kantor rektorat.
Suatu
publikasi khusus pada masa Hindia Belanda untuk villa ini ditulis oleh Ir. W.
Leimei, seorang arsitek Belanda. Dalam publikasi ini, Leimei mengatakan bahwa
di Batavia ketika urbanisasi mulai terjadi, banyak orang mendirikan villa di
pinggiran kota dengan gaya arsitektur klasik tetapi selalu beradaptasi baik
dengan alam dan ventilasi, jendela dan gang-gang yang berfungsi sebagai isolasi
panas matahari.
Hal
ini juga dianut oleh Villa Isola di Bandung. Pada masa pendudukan Jepang,
Gedung ini sempat digunakan sebagai kediaman sementara Jendral Hitoshi Imamura
saat menjelang Perjanjian Kalijati dengan Pemerintah terakhir Hindia Belanda di
Kalijati, Subang, Maret 1942. Gedung ini dibangun atas rancangan arsitek
Belanda yang bekerja di Hindia Belanda Charles Prosper Wolff Schoemaker.
Gedung
ini berarsitektur modern dengan memasukkan konsep tradisional dengan filsafat
arsitektur Jawa bersumbu kosmik utara-selatan seperti halnya Gedung Utama ITB
dan Gedung Sate. Orientasi kosmik ini diperkuat dengan taman memanjang di depan
gedung ini yang tegak lurus dengan sumbu melintang bangunan kearang Gunung
Tangkuban Perahu. Bangunan berlantai tiga, dengan lantai terbawah lebih rendah
dari permukaan jalan raya, disebabkan karena topografinya tidak rata. Ranah
sekeliling luas terbuka, dibuat taman yang berteras-teras melengkung mengikuti
permukaan tanahnya.
Villa Isola (ca.1933-40)
Sudut
bangunan melengkung-lengkung membentuk seperempat lingkaran. Secara keseluruhan
bangunan dan taman bagaikan air bergelombang yang timbul karena benda jatuh
dari atasnya, sehingga gedung ini merupakan penyesuaian arsitektural antara
bangunan terhadap lingkungan.
Bagian
villa yang menghadap utara dan selatan digunakan untuk ruang tidur, ruang
keluarga, dan ruang makan; masing-masing dilengkapi jendela dan pintu berkaca
lebar, sehingga penghuni dapat menikmati pemandangan indah di sekitarnya.
Pemandangan indah ini juga dapat diamati dari teras yang memanfaatkan atap
datar dari beton bertulang di atas lantai tiga.
Pada
taman belakang terdapat kolam dengan pergola untuk bunga anggrek, mawar dan
dilengkapi dengan lapangan tenis. Di depan sebelah utara jauh terpisah dari
bangunan utama ditempatkan unit pelayanan terdiri dari garasi untuk beberapa
mobil, rumah sopir, pelayan, gudang dan lain-lain.
Villa Isola (1937)
Pintu
gerbang masuk ke komplek villa ini terbuat dari batu yang dikombinasikan dengan
besi membentuk bidang horisontal dan vertikal. Setelah melalui gapura dan jalan
aspal yang cukup lebar, terdapat pintu masuk utama yang dilindungi dari panas
dan hujan dengan portal datar dari beton bertulang. Mengikuti lengkungan-lengkungan
pada dinding, denah portal juga melengkung berupa bagian dari lingkaran pada
sisi kanannya. Ujung perpotongan kedua lengkungan disangga oleh kolom tunggal
yang mirip dengan bagian rumah Toraja (tongkonan). Setelah melalui pintu utama
terdapat vestibulae sebagaimana rumah-rumah di Eropa umumnya.
Ruang
penerima ini terdapat di balik pintu masuk utama selain berfungsi untuk tempat
mantel, payung tongkat dan lain lain juga sebagai ruang peralihan antara ruang
luar dengan ruang di dalam. Dari vestibula ke kiri dan ke kanan terdapat tangga
yang melingkar mengikuti bentuk gedung secara keseluruhan. Tangga ini
terus-menerus sampai ke atap.
Ruang-ruang
seperti diekspresikan pada wajah gedung bagian utara (depan) maupun selatan
(belakang) juga simetris. Ruang-ruang yang terletak di sudut, dindingnya
berbentuk 1/4 lingkaran. Lantai paling bawah digunakan untuk rekreasi, bermain
anak-anak dilengkapi dengan mini bar langsung menghadap ke teras taman
belakang. Selain itu pada bagian ini, terdapat juga ruang untuk kantor, dapur,
kamar mandi dan toilet.
Di
atasnya adalah lantai satu yang langsung dicapai dari pintu masuk utama. Pada
lantai ini, di belakang vestibule terdapat hall cukup besar, permukaannya
sedikit lebih rendah, karena itu dibuat tangga menurun. Kemudian setelah tangga
langsung ke salon atau ruang keluarga yang sangat luas. Antara hall dan salon
dipisahkan oleh pintu dorong sehingga bila diperlukan, kedua ruangan ini dapat
dijadikan satu ruang yang cukup luas. Jendela pada ruangan ini juga mengikuti dinding
yang berbentuk lingkaran sehingga dapat leluasa memandang kota Bandung. Ruang
makan terletak di sebelah kiri (barat) salon. Di sebelah kanan (timur) ruang
makan terdapat ruang kerja lengkap dengan perpustakaan dan ruang ketik di
belakangannya (utara). Semua ruang berjendela lebar kecuali untuk menikmati
pemandangan luar, juga sebagai ventilasi dan saluran sinar matahari. Pembukaan
jendela, pintu yang lebar merupakan penerapan konsepsi tradisional yang menyatu
dengan alam.
Taman (ca.1934-37)
Semua
ruang tidur ditempatkan pada lantai dua berjejer dan berhadapan satu dengan
lainnya yang masing masing dihubungkan dengan gang di tengah. Pembagian ruang
tidur dilakukan secara simetris. Di sebelah selatan terdapat ruang tidur utama,
tengah utara untuk ruang keluarga dan di sebelah barat dan timur terdapat lagi
kamar tidur. Masing-masing kamar mempunyai teras atau balkon. Kamar tidur utama
sangat luas dengan ruang pakaian dan toilet di kiri kanannya. Antara ruang
tidur utama dan teras terdapat pintu dorong selebar dinding sehingga apabila
dibuka teras menyatu dengan kamar tidur, menghadap ke arah kota Bandung. Untuk
melindungi teras dan ruang tidur dari air hujan, dibuat tritisan dari kaca
disangga dengan rangka baja.
Bentuk
ruang keluarga identik dengan ruang tidur utama, dengan latar belakang ke arah
utara, sehingga Gunung Tangkubanparahu menjadi vistanya. Di atas ruang-rung
tidur terdapat lantai tiga yang terdiri atas sebuah ruang cukup luas untuk
pertemuan atau pesta, kamar tidur untuk tamu, sebuah bar, dan kamar mandi serta
toilet tersendiri. Sama dengan ruang lainnya. ruang ini memiliki teras, jendela
dan pintu dorong lebar.
Di
atas lantai tiga berupa atap datar yang digunakan untuk teras. Semua perabotan
dan kaca tritisan diimpor dari Paris, Perancis.
Bangunan
ini ada tendensi horisontal dan vertikal yang ada pada arsitektur India yang
banyak berpengaruh pada candi-candi di Jawa. Dikatakannya dalam arsitektur
candi maupun bangunan tradisional, keindahan ornamen berupa garis garis molding
akan lebih terlihat dengan adanya efek bayangan matahari yang merupakan
kecerdikan arsitek masa lampau dalam mengeksploitasi sinar matahari tropis.
Schoemaker
banyak memadukan falsafah arsitektur tradisional dengan modern dalam bangunan
ini. Secara konsisten, ia menerapkannya mulai dari kesatuan dengan lingkungan,
orientasi kosmik utara selatan, bentuk dan pemanfaatan sinar matahari untuk
mendapat efek bayangan yang memperindah bangunan.
(
sumber, Wikipedia )