Sepenggal Kisah Napoleon di Jatinegara
Disadur oleh Karlina
----------------------
----------------------
Berbekal
sepotong cerita, sekitar 80 pencinta sejarah menyusuri jejak Napoleon di
seputaran jatinegara dan Matraman, Jakarta Timur, Minggu (2/10). Meskipun
samar, mereka ingin mengingat kepingan yang terlupakan dalam sejarah negeri
ini.
Kegiatan
wisata sejarah bertajuk “Menelusuri Jejak Napoleon” itu mencoba mengangkat
kembali fakta bahwa ada “warisan” Perancis dalam perjalanan sejarah Indonesia.
Ditemani kisah dalam novel serjarah Perang Napoleon di Jawa 1811 karya Jean
Rocher, peserta mengunjungi situs-situs yang terkait
dengan peristiwa tersebut. “Jejak Napoleon itu kebanyakan memang sebatas cerita, tidak ada fakta konkret. Bahkan, situs-situs yang terkait dengan cerita itu tidak terlalu kuat. Namun, itu bukan berarti tidak ada,” kata Ketua Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali, yang memotori acara itu.
dengan peristiwa tersebut. “Jejak Napoleon itu kebanyakan memang sebatas cerita, tidak ada fakta konkret. Bahkan, situs-situs yang terkait dengan cerita itu tidak terlalu kuat. Namun, itu bukan berarti tidak ada,” kata Ketua Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali, yang memotori acara itu.
Hal
itulah yang jadi salah penyebab periode Perancis di Batavia terlupakan. Faktor
lain, menurut Asep, secara de facto penguasa pada waktu itu adalah Belanda
meskipun sebenarnya Belanda adalah bagian dari Perancis. Sumber sejarah yang
digunakan pun lebih banyak dari Belanda.
Dalam
pengantarnya di buku Perang Napoleon di jawa 1811 (Penerbit Buku Kompas,2011)
serjarawan Asvi Warman Adam menuliskan adanya perang yang terlupakan selama 200
tahun.
“Dua
ratus tahun yang lalu, bulan Agustus 1811, terjadi pertempuran yang sangat
dahsyat di daerah Meester Cornelis (Jatinegara dan Matraman sekarang) antara
pasukan Inggris dan Perancis-Belanda,” tulis dia.
Bukan
hanya di Indonesia, lanjut Asvi, di Eropa juga orang tidak mengingat perang
yang berakhir dengan kekalahan Perancis ini.
Perjalanan
menyelusuri jejak Napoleon dimulai dari bilangan Kota Tua. Dengan naik kereta
rel listrik jurusan Kota-Bekasi, peserta menuju ke Jatinegara. Semasa
penjajahan Belanda, Jatinegara menjadi pusat kabupaten dengan nama Meester
Cornelis. Wilayahnya meliputi Bekasi, Cikarang, Matraman, dan Kemayoran
sekarang. Di kawasan inilah berdiri benteng tempat pasukan Napoleon bertahan
dari gempuran pasukan Inggris.
Saksi
Bisu
Tiba
di Stasiun Jatinegara, peserta turun. Sejarah perkeretaapian Indonesia
mencatat, sejak tahun 1875, kawasan Jatinegara sudah dikenal dengan tremnya.
Menurut Asep, banyak kisah Napoleon berada di tempat ini.
Perjalanan
berlanjut ke gedung bekas. Kodim Jatinegara. Banyak yang menafsirkan gedung ini
sebagai rumah peristirahatan Meester Cornelis Senen, padahal bukan. Gedung
bernama Landrad itu berfungsi sebagai gedung pengadilan pada zaman kolonial.
Tempat-tempat
lain yang dikunjungi dalam wisata sejarah tersebut meliputi gedung SMP Negeri
14 Jakarta yang memiliki paduan arsitektur Eropa dan Tropis (gaya Indisch),
tetapi kini tak terawat, Pasar lama Jatinegara yang banyak rumah langgam Cina
berumur lebih dari 200 tahun, dan Klenteng Hok Teng Ceng Sin (Kelenteng Amurva
Bhumi) yang berusia 320 tahun.
Wisata
sejarah juga mengunjungi Gereja GBIP Koinonia, Lapangan Kodam, Kompleks TNI
Angkatan Darat Urip Sumoharjo. SD Marsudirini, Gereja St. Yosef, dan Yayasan PA
Van de Steur.
Di
sepanjang Jalan Palmeriam 2, terdapat saluran air yang menjadi saksi bisa
pertempuran Inggris melawan pasukan Napoleon. Itulah batas timur benteng
pasukan Napoleon di Batavia.
Segala
bukti itu kini memang tak tampak. Wajah kawasan itu sudah sangat berubah dengan
perkampungan dan banguanan modern, tidak sedikit pun menyisakan jejak-jejak
Napoleon yang kasatmata.
Jejak
paling jelas adalah nama Matraman, yaitu basis tentara Matraman. Begitu juga
jalan Anyer-Panarukan yang melintas di Batavia, yaitu ruas jalan
Matraman-Jatinegara-Bekasi.
Saat
ditanya apa sumbangsih keberadaan Perancis di negeri ini, Asep mengatakan,
sistem kelurahan dan kecamatan
dikembangkan salah satunya oleh Perancis. “Dan tentu saja, tanam paksa . Jalan
Anyer-Panarukan adalah bukti Perancis berkuasa lewat (Gubernur Jendral)
Daendels. Dia adalah kesayangan Napoleon,” ujarnya.
Tak
hendak muluk-muluk, wisata sejarah itu hanya dimasksudkan sebagai pengingat
bahwa ada bagian yang terlupakan dari ingatan kolektif sejarah bangsa ini.
Kurikulum sejarah di sekolah tidak mengangkat kuat periode Perancis. Meski
panas, kaki lelah, debu menempel di badan, pengalaman sejarah itu tak
terlupakan. ( Reff . avonturguide.blogspot.com )