Museum
Nasional Republik Indonesia atau Museum Gajah, adalah sebuah museum yang
terletak di Jakarta Pusat dan persisnya di Jalan Merdeka Barat 12[2].
Sejarah Museum Gajah
Museum
Nasional Republik Indonesia adalah salah satu wujud pengaruh Eropa, terutama
semangat Abad Pencerahan, yang muncul pada sekitar abad 18. Gedung ini dibangun
pada tahun 1862 oleh Pemerintah Belanda di bawah Gubernur-Jendral JCM
Radermacher sebagai respons adanya perhimpunan Bataviaasch Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen yang bertujuan menelaah riset-riset ilmiah di Hindia
Belanda. Museum
ini diresmikan pada tahun 1868, tapi secara institusi cikal bakal Museum ini
lahir tahun 1778, tepatnya tanggal 24 April, pada saat pembentukan Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen oleh pemerintah Belanda. Radermacher
menyumbang sebuah gedung yang bertempat di Jalan Kalibesar beserta dengan
koleksi buku dan benda-benda budaya sehingga menjadi dasar untuk pendirian
museum.
Museum Royal Batavian Society of Arts
and Sciences Batavia (sekarang Museum Nasional) pada tahun 1900an
-----------------------
Di
masa pemerintahan Inggris di bawah pimpinan Sir Thomas Stamford Raffles
(1811-1816), yang juga berlaku sebagai Direktur dari Bataviaasch Genootschap
van Kunsten en Wetenschappen memerintahkan pembangunan gedung baru yang
terletak di Jalan Majapahit No.3. Gedung ini digunakan sebagai museum dan ruang
pertemuan untuk Literary Society (dahulu bernama "Societeit de
Harmonie".) Gedung ini sekarang berada di kompleks Sekretariat Negara.
Pada
tahun 1862, setelah koleksi memenuhi museum di Jalan Majapahit, pemerintah
Hindia-Belanda mendirikan gedung baru yang berlokasi di Jalan Merdeka Barat
No.12. Gedung ini dibuka untuk umum pada tahun 1868. Museum
Nasional dikenal sebagai Museum Gajah sejak dihadiahkannya patung gajah
perunggu oleh Raja Chulalongkorn dari Thailand pada 1871. Tetapi pada 28 Mei
1979, namanya resmi menjadi Museum Nasional Republik Indonesia. Kemudian pada
17 September 1962, Lembaga Kebudayaan Indonesia yang mengelolanya, menyerahkan
Museum kepada pemerintah Republik Indonesia. Sejak itu pengelolaan museum resmi
oleh Direktorat Jendral Sejarah dan Arkeologi, di bawah Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan. Tetapi mulai tahun 2005, Museum Nasional berada di bawah
pengelolaan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
Gedung Gajah Museum Nasional (Gedung
Selatan)
-------------------
Catatan
di website Museum Nasional Republik Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan bahwa
koleksinya telah mencapai 109.342 buah. Jumlah koleksi itulah yang membuat
museum ini dikenal sebagai yang terlengkap di Indonesia. Pada tahun 2006 jumlah
koleksinya sudah melebihi 140.000 buah, tapi baru sepertiganya saja yang dapat
diperlihatkan kepada khalayak.
Museum
ini terletak di Jalan Merdeka Barat.
Bangunan Museum Nasional
Koleksi
Museum Nasional
Museum
Gajah banyak mengkoleksi benda-benda kuno dari seluruh Nusantara. Antara lain
yang termasuk koleksi adalah arca-arca kuno, prasasti, benda-benda kuna lainnya
dan barang-barang kerajinan. Koleksi-koleksi tersebut dikategorisasikan ke
dalam etnografi, perunggu, prasejarah, keramik, tekstil, numismatik, relik
sejarah, dan benda berharga. Sebelum
gedung Perpustakaan Nasional RI yang terletak di Jalan Salemba 27, Jakarta
Pusat didirikan, koleksi Museum Gajah termasuk naskah-naskah manuskrip kuno.
Naskah-naskah tersebut dan koleksi perpustakaan Museum Gajah kini disimpan di
Perpustakaan Nasional.
Sumber
koleksi banyak berasal dari penggalian arkeologis, hibah kolektor sejak masa
Hindia Belanda dan pembelian. Koleksi keramik dan koleksi etnografi Indonesia
di museum ini terbanyak dan terlengkap di dunia. Museum ini merupakan museum
pertama dan terbesar di Asia Tenggara.
Gedung Arca Museum Nasional (Gedung
Utara)
---------------------------
Koleksi
yang menarik adalah Patung Bhairawa patung yang tertinggi di Museum Nasional
dengan tinggi 414 cm ini merupakan manifestasi dari Dewa Lokeswara atau
Awalokiteswara, yang merupakan perwujudan Boddhisatwa (pancaran Buddha) di bumi.
Patung ini berupa laki-laki berdiri diatas mayat dan deretan tengkorak serta
memegang cangkir dari tengkorak di tangan kiri dan keris pendek dengan gaya
Arab ditangan kanannya, ditemukan di Padang Roco, Sumatra Barat. Diperkirakan
patung ini berasal dari abad ke 13 - 14. Koleksi
arca Buddha tertua di Museum ini berupa arca Buddha Dipangkara yang terbuat
dari perunggu, disimpan dalam ruang perunggu dalam kotak kaca tersendiri,
berbeda nasibnya dengan arca Buddha, arca Hindu tertua di Nusantara, yaitu Wisnu
Cibuaya (sekitar 4M) terletak di ruang arca batu tanpa teks label dan terhalang
oleh arca Ganesha dari candi Banon.
Pemeliharaan
Koleksi
Pada
1960an, pernah terjadi pencurian koleksi emas yang dilakukan oleh kelompok
pimpinan Kusni Kasdut. Pada 1979 terjadi pula pencurian koleksi uang logam.
Pada 1987 beberapa koleksi keramik senilai Rp. 1,5 milyar. Dan pada 1996
pencurian lukisan yang bisa ditemukan kembali di Singapura.
Halaman Dalam dari arah Timur
Hal
ini menyadarkan pengelola bahwa keamanan adalah faktor penting untuk menjaga
koleksi. Karena itu museum dilengkapi dengan alarm, kamera pengaman, dan 17
petugas keamanan.
Kondisi
koleksi dijaga dengan ketat dengan usaha konservasi. Terutama adalah koleksi
dari kertas yang butuh penanganan hati-hati. Seringkali bagian koleksi yag
rusak diganti dengan bahan tiruan. Meskipun hal ini mengurangi otentisitas,
tetapi tetap mempertimbangkan sisi estetika dan bentuk asli karya yang
dikonservasi. Sering pula ditemui usaha rekonstruksi untuk mengganti koleksi
yang rusak parah.
Halaman Dalam dari arah Barat
Secara
umum, hal ini memperlihatkan sikap umum museum di kebanyakan wilayah Asia yang
lebih mengutamakan restorasi daripada menjaga ontentisitas. ( Wikipedia )