Tampak depan dari Gedung Museum Sumpah Pemuda
----
Museum Sumpah Pemuda adalah sebuah museum sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia yang berada di Jalan Kramat Raya No.
106, Jakarta Pusat dan dikelola oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Museum ini dibuka untuk umum, setiap hari Selasa sampai dengan Jumat dari pukul 08.00 hingga 15.00 UTC+7, setiap Sabtu dan Minggu pada pukul 08.00—14.00 WIB, dan setiap hari Senin dan hari besar nasional, museum ini ditutup untuk umum. Museum ini memiliki koleksi foto dan benda-benda yang berhubungan dengan sejarah Sumpah Pemuda 1928, serta kegiatan-kegiatan dalam pergerakan nasional kepemudaan Indonesia. Museum Sumpah Pemuda ini didirikan berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta pada tahun 1972 dan menjadi benda cagar budaya nasional.
Sejarah
Bangunan di Jalan Kramat Raya 106, tempat dibacakannya Sumpah Pemuda, adalah sebuah rumah pondokan untuk pelajar dan mahasiswa yang awalnya "hak guna bangunannya dipegang oleh Sie Kong Liong [1].
Di gedung milik pemerintah DKI ini pernah tinggal beberapa tokoh pergerakan, seperti
Muhammad Yamin
Aboe Hanifah
Amir Sjarifuddin
Soegondo Djojopoespito
Setiawan
Soejadi
Mangaradja Pintor
A.K. Gani
Mohammad Tamzil dan Assaat dt Moeda.
Sejak 1925 gedung Kramat 106 menjadi tempat tinggal pelajar yang tergabung dalam Jong Java. Mereka kebanyakan pelajar Sekolah Pendidikan Dokter Hindia alias Stoviadan dari sekolah tinggi hukum RHS[2]. Aktivis Jong Java menyewa bangunan 460 meter persegi ini karena kontrakan sebelumnya di Kwitang terlalu sempit untuk menampung kegiatan kepanduan, diskusi politik dan latihan kesenian Jawa. Anggota Jong Java dan mahasiswa lainnya menyebut gedung ini Langen Siswo.
Sejak 1926, penghuni gedung ini makin beragam. Mereka kebanyakan aktivis pemuda dari daerahnya masing-masing. Kegiatan penghuni gedung itu juga makin beragam. Selain kesenian, mahasiswa di gedung ini aktif dalam kepanduan dan olahraga. Gedung ini juga menjadi markas Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI), yang berdiri pada September 1926, usai kongres pemuda pertama. Penghuni kontrakan, dengan payung PPPI, sering mengundang tokoh seperti Bung Karno untuk berdiskusi. Para pelajar menyewa gedung itu dengan tarif 12,5 gulden per orang setiap bulan, atau setara dengan 40 liter beras waktu itu. Mereka memiliki pekerja yang mengurus rumah yang dikenal dengan nama Bang Salim.
Pemerintah Hindia-Belanda selalu mengawasi dengan ketat kegiatan rapat pemuda. Pemerintah memang mengakui hak penduduk di atas 18 tahun mengadakan perkumpulan dan rapat. Namun bisa sewaktu-waktu memberlakukan vergader-verbod atau larangan mengadakan rapat, karena dianggap menentang pemerintah. Setiap pertemuan harus mendapat izin dari polisi. Setelah itu, rapat dalam pengawasan penuh Politieke Inlichtingen Dienst (PID), semacam dinas intelijen politik. Rumah 106 ini juga selalu dalam kuntitan dinas intelijen ini, termasuk rapat ketiga Kongres Pemuda II.
Di gedung ini juga muncul majalah Indonesia Raya, yang dikelola PPPI. Karena sering dipakai kegiatan pemuda yang sifatnya nasional, para penghuni menamakan gedung ini Indonesische Clubhuis, tempat resmi pertemuan pemuda nasional. Sejak 1927, mereka memasang papan nama gedung itu di depan. Padahal Gubernur Jenderal H.J. de Graff sedang menjalankan politik tangan besi.
Kegiatan pemuda dialihkan ke Jalan Kramat 156 setelah para penghuni Kramat 106 tidak melanjutkan sewanya pada 1934. Gedung itu lalu disewakan kepada Pang Tjem Jam sebagai tempat tinggal pada 1937-1951. Setelah itu, gedung disewa lagi oleh Loh Jing Tjoe, yang menggunakannya sebagai toko bunga dan hotel. Gedung Kramat 106 disewa Inspektorat Bea dan Cukai untuk perkantoran pada 1951 - 1970.[3] Pada 1968, Sunario berprakarsa mengumpulkan pelaku sejarah Sumpah Pemuda, dan meminta kepada Gubernur DKI mengelola dan mengembalikan gedung di Kramat Raya 106 yang "hak guna bangun"-nya dipegang oleh Sie Kong Liang tetapi telah habis masa berlakunya ke bentuknya semula. Tempat ini disepakati menjadi Gedung Sumpah Pemuda, tetapi usulan mengganti nama jalan Kramat Raya menjadi jalan Sumpah Pemuda belum tercapai.[4] Gedung Kramat 106 sempat dipugar Pemda DKI Jakarta 3 April-20 Mei 1973 dan diresmikan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada 20 Mei 1973 sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Gedung ini kembali diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 20 Mei 1974. Dalam perjalanan sejarah, Gedung Sumpah Pemuda pernah dikelola Pemda DKI Jakarta, dan saat ini dikelola Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.[5] ( id.wikipedia.org )