SMA Negeri 26 Jakarta

=========================================================
logo
SMA Negeri 26 adalah SMA Rintisan Sekolah Kategori Mandiri (SKM) yang berlokasi di Tebet Barat, dan berstatus sebagai SMA unggulan di Kotamadya Jakarta Selatan ( 2009 ), termasuk dalam 10 besar peraih nilai ujian nasional ( IPA dan IPS )tingkat provinsi DKI Jakarta tahun 2009.

Sejarah
SMA Negeri 26 dahulu masih sebagai SMA Filial 11 yang berlokasi di kompleks Bank Indonesia Pancoran Jakarta

SMA Negeri 15 Jakarta

=========================================================
( Foto. sman15jakarta.sch.id )
-------------------------
Sekolah Menengah Atas Negeri 15 Jakarta atau dikenal juga dengan nama Libels adalah Sekolah Menengah Atas Negeri yang berada di bilangan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Sejarah
Pada tahun 1962 lahirlah sebuah tempat pawiyatan Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMA) swasta yang bernama SMA Dharma Karya berlokasi di STM YPMII, Pademangan

SMP Negeri 1 Surabaya

=========================================================
( Foto. transsurabaya.com )
---------------------
SMP Negeri 1 Surabaya adalah Sekolah Menengah Pertama yang berada di kota Surabaya, Jawa Timur, Indonesia, berlokasi di jalan Pacar No. 4-6 Surabaya, masuk wilayah Kelurahan Ketabang, Kecamatan Genteng, Kotamadya Surabaya, merupakan Sekolah Menengah Pertama Negeri yang pertama kali ada di Surabaya.
SMP Negeri 1 Surabaya dikenal juga dengan akronim

SMP Negeri 1 Blitar

=========================================================
( Foto. penamadristo.blogspot.com )
--------------------------
SMP Negeri 1 Blitar adalah sebuah Sekolah Menengah Pertama di Kota Blitar, Jawa Timur. Sekolah ini terletak di Jl. A. Yani 8, menempati gedung bekas Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yang dibangun pada masa pemerintahan Hindia-Belanda
SMPN 1 Blitar yang berdiri pada tahun 1946 merupakan salah satu lembaga pendidikan SMP tertua di kota Blitar. SMPN 1 Blitar mendapat

SMP Negeri 3 Surabaya

==========================================================
( Foto, praban1981.com )
LATAR BELAKANG SEJARAH DAN HAL-HAL YANG TERKAIT DARI GEDUNG “EX MARKAS TKR PELAJAR STAF III” DI JALAN PRABAN NO. 3 SURABAYA

I. PADA MASA “ PENJAJAHAN BELANDA” SAMPAI AKHIR TAHUN 1941

Pada Tahun 1881, Lyceum (H.B.S. 3 tahun) yang berdiri sejak tahun 1875 dan menempati gedung B.A.S (Buys Avondschool) di jalan Baliwerti (kemudian

Bekas Gedung Kodim Jatinegara

=========================================================
Sepenggal Kisah Napoleon di Jatinegara
Disadur oleh Karlina
----------------------
Berbekal sepotong cerita, sekitar 80 pencinta sejarah menyusuri jejak Napoleon di seputaran jatinegara dan Matraman, Jakarta Timur, Minggu (2/10). Meskipun samar, mereka ingin mengingat kepingan yang terlupakan dalam sejarah negeri ini.
Kegiatan wisata sejarah bertajuk “Menelusuri Jejak Napoleon” itu mencoba mengangkat kembali fakta bahwa ada “warisan” Perancis dalam perjalanan sejarah Indonesia. Ditemani kisah dalam novel serjarah Perang Napoleon di Jawa 1811 karya Jean Rocher, peserta mengunjungi situs-situs yang terkait

Gedung Arsip Nasional

=========================================================
Gedung Landsarchief ("arsip negeri") di tahun 1930-an
----------------------------
Gedung Arsip Nasional adalah suatu bangunan kuno di Jakarta. Letaknya di Jalan Gajah Mada.
Gedung ini adalah bekas kediaman gubernur jenderal VOC Reinier de Klerk dan dibangun di abad ke-18. Tahun 1900, ada rencana untuk membongkarnya dan membangun pertokoan di tempatnya. Bataviaasch Genootschap van Kunsten

Benteng Vastenburg

=========================================================
Benteng Vastenburg 1910
------------------
Benteng Vastenburg adalah benteng peninggalan Belanda yang terletak di kawasan Gladak, Surakarta. Benteng ini dibangun tahun 1745 atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff. Sebagai bagian dari pengawasan Belanda terhadap penguasa Surakarta, benteng ini dibangun, sekaligus sebagai pusat garnisun. Di seberangnya terletak kediaman gubernur Belanda (sekarang kantor Balaikota Surakarta) di kawasan Gladak.
Bentuk tembok benteng berupa bujur sangkar yang

Gereja Katolik Santo Antonius Surakarta

==========================================================
Gereja Katolik Santo Antonius Surakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Gereja Katolik Santo Antonius Purbayan adalah gereja Katolik pertama yang ada di Kota Solo.

Hingga saat ini tidak ada data yang jelas kapan gereja ini dibangun, namun setiap tahunnya Gereja Katolik Santo Antonius Purbayan memperingati Hari Jadi/Ulang tahun gereja setiap tanggal 13 Juni.
Tanggal 13 Juni dipilih menjadi Hari Jadi/Ulang tahun Gereja Katolik Santo Antonius Purbayan, karena

Masjid Laweyan

=========================================================
( Foto, jengjeng.matriphe.com )
Masjid Laweyan dibangun pada masa Djoko Tingkir sekitar tahun 1546. Merupakan masjid pertama di Kerajaan Pajang.
Awalnya merupakan pura agama Hindu dengan seorang biksu sebagai pemimpin. Namun dengan pendekatan secara damai, seiring dengan banyaknya rakyat yang mulai memeluk agama Islam, bangunan diubah fungsinya menjadi Masjid.
Bersamaan dengan itu, tumbuh sebuah pesantren dengan jumlah pengikut yang lumayan banyak. Konon karena banyaknya santri, pesantren ini tidak pernah berhenti menanak

Masjid Mangkoenegaran

=========================================================
( Foto, solocity.wordpress.com )
-----------------
Pendirian Masjid Mangkunagaran diprakarsai oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunagara I di Kadipaten Mangkunagaran sebagai masjid Lambang Panotogomo.
Sebelumnya terletak di wilayah Kauman, Pasar Legi, namun pada masa Adipati Mangkunagara II dipindah ke wilayah Banjarsari dengan pertimbangan letak masjid yang strategis dan dekat kepada Pura Mangkunagaran.

Masjid Agoeng Soerakarta

=========================================================
( Foto, djawatempodoeloe.multiply.com )
Masjid Agung Surakarta pada masa lalu merupakan Masjid Agung Negara. Semua pegawai pada Masjid Agung merupakan abdi dalem Keraton, dengan gelar dari keraton misalnya Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (penghulu) dan Lurah Muadzin.

Masjid Agung dibangun oleh Sunan Paku Buwono III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768. Masjid

Rumah Sakit Kadipolo

=========================================================
( Foto, gambarjadul.blogspot.com )
Rumah Sakit Kadipolo terletak di jalan Dr. Radjiman dengan luas lahan sekitar 2,5 Ha. Rumah sakit ini didirikan pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono X.
Pada mulanya bangunan ini dibangun khusus untuk poliklinik para abdi dalem kraton. Karena masalah biaya, pada tahun 1948 pengolahannya diserahkan kepada Pemda Surakarta disatukan dengan pengolahan Rumah Sakit Mangkubumen dan Rumah Sakit Jebres. Namun dengan syarat bahwa keluarga kraton dan pegawai kraton yang dirawat di rumah

Pasar Gedhe Hardjonagoro

=========================================================
Pada zaman kolonial Belanda, Pasar Gedhe merupakan sebuah pasar "kecil" yang didirikan di area seluas 10.421 meter persegi, berlokasi di persimpangan jalan dari kantor gubernur yang sekarang digunakan sebagai Balaikota Surakarta. Bangunan ini di desain oleh arsitek Belanda bernama Ir. Thomas Karsten yang selesai pembangunannya pada tahun 1930 dan diberi nama Pasar Gede Hardjanagara. Diberi nama Pasar Gedhe karena terdiri dari atap yang besar (Gedhe artinya besar dalam bahasa Jawa). Seiring perkembangan waktu,

SMA Negeri 1 Semarang

=========================================================
------------------
SMA Negeri (SMAN) 1 Semarang, merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri favorit yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Terletak di Jalan Taman Menteri Supeno.
Sama dengan SMA pada umumnya di Indonesia masa pendidikan sekolah di SMAN 1 Semarang ditempuh dalam waktu tiga tahun pelajaran, mulai dari

Museum Prabu Geusan Ulun

=========================================================
Gedung Srimanganti, di belakang adalah Gedong Nagara ( foto http://asep-bandung.blogspot.com/2010/06/museum-prabu-geusan-ulun.html )
----------------
Berdirinya Museum Prabu Geusan Ulun
Peninggalan benda-benda bersejarah dan barang-barang pusaka Leluhur Sumedang, sejak Raja-raja Kerajaan Sumedang Larang dan Bupati-bupati yang memerintah Kabupaten Sumedang dahulu, merupakan koleksi yang membanggakan dan besar

Museum Gajah

=========================================================
Museum Nasional Republik Indonesia atau Museum Gajah, adalah sebuah museum yang terletak di Jakarta Pusat dan persisnya di Jalan Merdeka Barat 12[2].

Sejarah Museum Gajah
Museum Nasional Republik Indonesia adalah salah satu wujud pengaruh Eropa, terutama semangat Abad Pencerahan, yang muncul pada sekitar abad 18. Gedung ini dibangun pada tahun 1862 oleh Pemerintah Belanda di bawah Gubernur-Jendral JCM Radermacher sebagai respons adanya perhimpunan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang bertujuan menelaah riset-riset ilmiah di Hindia Belanda. Museum ini diresmikan pada tahun 1868, tapi secara institusi cikal bakal Museum ini lahir tahun 1778, tepatnya tanggal 24 April, pada saat pembentukan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen oleh pemerintah Belanda. Radermacher menyumbang sebuah gedung yang bertempat di Jalan Kalibesar beserta dengan koleksi buku dan benda-benda budaya sehingga menjadi dasar untuk pendirian museum.

Museum Royal Batavian Society of Arts and Sciences Batavia (sekarang Museum Nasional) pada tahun 1900an
-----------------------
Di masa pemerintahan Inggris di bawah pimpinan Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816), yang juga berlaku sebagai Direktur dari Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen memerintahkan pembangunan gedung baru yang terletak di Jalan Majapahit No.3. Gedung ini digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dahulu bernama "Societeit de Harmonie".) Gedung ini sekarang berada di kompleks Sekretariat Negara.
Pada tahun 1862, setelah koleksi memenuhi museum di Jalan Majapahit, pemerintah Hindia-Belanda mendirikan gedung baru yang berlokasi di Jalan Merdeka Barat No.12. Gedung ini dibuka untuk umum pada tahun 1868. Museum Nasional dikenal sebagai Museum Gajah sejak dihadiahkannya patung gajah perunggu oleh Raja Chulalongkorn dari Thailand pada 1871. Tetapi pada 28 Mei 1979, namanya resmi menjadi Museum Nasional Republik Indonesia. Kemudian pada 17 September 1962, Lembaga Kebudayaan Indonesia yang mengelolanya, menyerahkan Museum kepada pemerintah Republik Indonesia. Sejak itu pengelolaan museum resmi oleh Direktorat Jendral Sejarah dan Arkeologi, di bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Tetapi mulai tahun 2005, Museum Nasional berada di bawah pengelolaan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

Gedung Gajah Museum Nasional (Gedung Selatan)
-------------------
Catatan di website Museum Nasional Republik Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan bahwa koleksinya telah mencapai 109.342 buah. Jumlah koleksi itulah yang membuat museum ini dikenal sebagai yang terlengkap di Indonesia. Pada tahun 2006 jumlah koleksinya sudah melebihi 140.000 buah, tapi baru sepertiganya saja yang dapat diperlihatkan kepada khalayak.

Museum ini terletak di Jalan Merdeka Barat.

Bangunan Museum Nasional

Koleksi Museum Nasional
Museum Gajah banyak mengkoleksi benda-benda kuno dari seluruh Nusantara. Antara lain yang termasuk koleksi adalah arca-arca kuno, prasasti, benda-benda kuna lainnya dan barang-barang kerajinan. Koleksi-koleksi tersebut dikategorisasikan ke dalam etnografi, perunggu, prasejarah, keramik, tekstil, numismatik, relik sejarah, dan benda berharga. Sebelum gedung Perpustakaan Nasional RI yang terletak di Jalan Salemba 27, Jakarta Pusat didirikan, koleksi Museum Gajah termasuk naskah-naskah manuskrip kuno. Naskah-naskah tersebut dan koleksi perpustakaan Museum Gajah kini disimpan di Perpustakaan Nasional.
Sumber koleksi banyak berasal dari penggalian arkeologis, hibah kolektor sejak masa Hindia Belanda dan pembelian. Koleksi keramik dan koleksi etnografi Indonesia di museum ini terbanyak dan terlengkap di dunia. Museum ini merupakan museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara.

Gedung Arca Museum Nasional (Gedung Utara)
---------------------------
Koleksi yang menarik adalah Patung Bhairawa patung yang tertinggi di Museum Nasional dengan tinggi 414 cm ini merupakan manifestasi dari Dewa Lokeswara atau Awalokiteswara, yang merupakan perwujudan Boddhisatwa (pancaran Buddha) di bumi. Patung ini berupa laki-laki berdiri diatas mayat dan deretan tengkorak serta memegang cangkir dari tengkorak di tangan kiri dan keris pendek dengan gaya Arab ditangan kanannya, ditemukan di Padang Roco, Sumatra Barat. Diperkirakan patung ini berasal dari abad ke 13 - 14. Koleksi arca Buddha tertua di Museum ini berupa arca Buddha Dipangkara yang terbuat dari perunggu, disimpan dalam ruang perunggu dalam kotak kaca tersendiri, berbeda nasibnya dengan arca Buddha, arca Hindu tertua di Nusantara, yaitu Wisnu Cibuaya (sekitar 4M) terletak di ruang arca batu tanpa teks label dan terhalang oleh arca Ganesha dari candi Banon.

Pemeliharaan Koleksi
Pada 1960an, pernah terjadi pencurian koleksi emas yang dilakukan oleh kelompok pimpinan Kusni Kasdut. Pada 1979 terjadi pula pencurian koleksi uang logam. Pada 1987 beberapa koleksi keramik senilai Rp. 1,5 milyar. Dan pada 1996 pencurian lukisan yang bisa ditemukan kembali di Singapura.

Halaman Dalam dari arah Timur

Hal ini menyadarkan pengelola bahwa keamanan adalah faktor penting untuk menjaga koleksi. Karena itu museum dilengkapi dengan alarm, kamera pengaman, dan 17 petugas keamanan.
Kondisi koleksi dijaga dengan ketat dengan usaha konservasi. Terutama adalah koleksi dari kertas yang butuh penanganan hati-hati. Seringkali bagian koleksi yag rusak diganti dengan bahan tiruan. Meskipun hal ini mengurangi otentisitas, tetapi tetap mempertimbangkan sisi estetika dan bentuk asli karya yang dikonservasi. Sering pula ditemui usaha rekonstruksi untuk mengganti koleksi yang rusak parah.

Halaman Dalam dari arah Barat

Secara umum, hal ini memperlihatkan sikap umum museum di kebanyakan wilayah Asia yang lebih mengutamakan restorasi daripada menjaga ontentisitas. ( Wikipedia )




Gerbang Amsterdam


Gerbang Amsterdam (ca.1857-72)

Gerbang Amsterdam (Belanda: Amsterdamsche Poort) disebut juga Pinangpoort (Gerbang Pinang) atau Kasteelpoort adalah gerbang sisa peninggalan benteng VOC semasa J.P. Coen. Pada pertengahan abad ke-19, gerbang ini merupakan sisa satu-satunya dari benteng yang dihancurkan dan mulai ditinggalkan semasa gubernur Jenderal HW Daendels. Gerbang ini pernah mengalami beberapa kali pemugaran. Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750) pernah merenovasi benteng bagian selatan termasuk gerbang Amsterdam dengan gaya Rococo. Kemudian, sepeninggal Daendels, gerbang ini dipugar pada kurun waktu antara 1830 dan 1840. Patung dewa Mars dan dewi Minerva ditambahkan pada gerbang ini. Kedua patung itu kemudian hilang semasa pendudukan Jepang di Indonesia. Bangunan ini dihancurkan seiring dengan mulai beroperasinya trem kereta kuda April 1869 di kawasan tersebut. Lokasi saat ini gerbang tersebut berada di persimpangan Jalan Cengkeh (Prinsenstraat), Jalan Tongkol (Kasteelweg), dan Jalan Nelayan Timur (Amsterdamschegracht) sekarang. Dalam rencana revitalisasi Kota Tua, replika gerbang ini akan dibuat walaupun tidak diketahui apakah akan berada di tapak yang sama

Referensi
"Di Mana Letak Gerbang Amsterdam?", Kompas, 17 Maret 2009
( sumber, Wikipedia )

Villa Isola


Villa Isola tampak depan (ca.1933-40)

Villa Isola adalah bangunan villa yang terletak di kawasan pinggiran utara Kota Bandung. Berlokasi pada tanah tinggi, di sisi kiri jalan menuju Lembang (Jln. Setiabudhi), gedung ini dipakai oleh IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Bandung, yang sekarang menjadi Universitas Pendidikan Indonesia-UPI). Villa Isola adalah salah satu bangunan bergaya arsitektur Art Deco yang banyak dijumpai di Bandung.

Villa Isola dibangun pada tahun 1933, milik seorang hartawan Belanda bernama Dominique Willem Berretty. Kemudian bangunan mewah yang dijadikan rumah tinggal ini dijual dan menjadi bagian dari Hotel Savoy Homann. Perkembangan selanjutnya, ia dijadikan Gedung IKIP (sekarang UPI) dan digunakan sebagai kantor rektorat.

Suatu publikasi khusus pada masa Hindia Belanda untuk villa ini ditulis oleh Ir. W. Leimei, seorang arsitek Belanda. Dalam publikasi ini, Leimei mengatakan bahwa di Batavia ketika urbanisasi mulai terjadi, banyak orang mendirikan villa di pinggiran kota dengan gaya arsitektur klasik tetapi selalu beradaptasi baik dengan alam dan ventilasi, jendela dan gang-gang yang berfungsi sebagai isolasi panas matahari.

Hal ini juga dianut oleh Villa Isola di Bandung. Pada masa pendudukan Jepang, Gedung ini sempat digunakan sebagai kediaman sementara Jendral Hitoshi Imamura saat menjelang Perjanjian Kalijati dengan Pemerintah terakhir Hindia Belanda di Kalijati, Subang, Maret 1942. Gedung ini dibangun atas rancangan arsitek Belanda yang bekerja di Hindia Belanda Charles Prosper Wolff Schoemaker.

Gedung ini berarsitektur modern dengan memasukkan konsep tradisional dengan filsafat arsitektur Jawa bersumbu kosmik utara-selatan seperti halnya Gedung Utama ITB dan Gedung Sate. Orientasi kosmik ini diperkuat dengan taman memanjang di depan gedung ini yang tegak lurus dengan sumbu melintang bangunan kearang Gunung Tangkuban Perahu. Bangunan berlantai tiga, dengan lantai terbawah lebih rendah dari permukaan jalan raya, disebabkan karena topografinya tidak rata. Ranah sekeliling luas terbuka, dibuat taman yang berteras-teras melengkung mengikuti permukaan tanahnya.

Villa Isola (ca.1933-40)

Sudut bangunan melengkung-lengkung membentuk seperempat lingkaran. Secara keseluruhan bangunan dan taman bagaikan air bergelombang yang timbul karena benda jatuh dari atasnya, sehingga gedung ini merupakan penyesuaian arsitektural antara bangunan terhadap lingkungan.

Bagian villa yang menghadap utara dan selatan digunakan untuk ruang tidur, ruang keluarga, dan ruang makan; masing-masing dilengkapi jendela dan pintu berkaca lebar, sehingga penghuni dapat menikmati pemandangan indah di sekitarnya. Pemandangan indah ini juga dapat diamati dari teras yang memanfaatkan atap datar dari beton bertulang di atas lantai tiga.

Pada taman belakang terdapat kolam dengan pergola untuk bunga anggrek, mawar dan dilengkapi dengan lapangan tenis. Di depan sebelah utara jauh terpisah dari bangunan utama ditempatkan unit pelayanan terdiri dari garasi untuk beberapa mobil, rumah sopir, pelayan, gudang dan lain-lain.

Villa Isola (1937)

Pintu gerbang masuk ke komplek villa ini terbuat dari batu yang dikombinasikan dengan besi membentuk bidang horisontal dan vertikal. Setelah melalui gapura dan jalan aspal yang cukup lebar, terdapat pintu masuk utama yang dilindungi dari panas dan hujan dengan portal datar dari beton bertulang. Mengikuti lengkungan-lengkungan pada dinding, denah portal juga melengkung berupa bagian dari lingkaran pada sisi kanannya. Ujung perpotongan kedua lengkungan disangga oleh kolom tunggal yang mirip dengan bagian rumah Toraja (tongkonan). Setelah melalui pintu utama terdapat vestibulae sebagaimana rumah-rumah di Eropa umumnya.

Pabrik Gula Karangsuwung


 Pabrik gula Karangsuwung pada tahun 1927

Pabrik Gula Karangsuwung, atau PG Karangsuwung, adalah sebuah pabrik gula di Karangsuwung, Karangsembung, Cirebon.
Pabrik gula ini dibangun tahun 1854 oleh NV Maatchappij tot Expoitatie der Suiker Onderneming Karangsoewoeng ("perusahaan untuk pengelolaan perusahaan gula Karangsuwung"), satu perusahaan Belanda .
Tahun 1958, PG Karangsuwung, bersama pabrik gula lainnya milik Belanda, dinasionalisasi dan menjadi milik pemerintah Republik Indonesia. Tahun 1968, semua pabrik gula di Jawa Barat diletakkan di bawah pengawasan PNP XIV, yang berkedudukan di Cirebon. Tahun 1981 PNP XIV diubah menjadi PT Perkebunan (Persero) di bawah Departemen Pertanian dan Departemen Keuangan, dengan nama PTP XIV (Persero). Tahun 1993 PTP XIV (Persero) menjadi anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Tahun 1997, nama PTP XIV diubah menjadi PT PG Rajawali II.

Sumber
Website PG Karangsuwung
( Wikipedia )

Pabrik Gula Jatibarang


Rumah Dinas Adminstratur PG Jatibarang Di Tahun 2009

Pabrik gula (PG) Jatibarang adalah pabrik gula peninggalan Belanda di Hindia-Belanda yang termasuk dalam komoditi yang diikutsertakan dalam program Cultuurstelsel. PG Jatibarang dibangun tahun 1842. Semasa pendudukan Belanda di Indonesia dulu, pemerintah Hindia-Belanda membangun 3 pabrik gula di kabupaten Brebes yaitu :
Pabrik Gula Jatibarang
Pabrik Gula Bandjaratma
Pabrik Gula Kersana

PG Jatibarang setelah kemerdekaan Indonesia masuk dalam wilayah PTPN IX (Persero), karena besarnya biaya operasional dan perawatan serta berkurangnya lahan untuk penanaman tebu, maka dari 3 pabrik gula itu digabungkan menjadi satu, yaitu di Jatibarang.

Rumah dinas administrateur pabrik gula Jatibarang di tahun 1927

Sejarah
Pabrik Gula Jatibarang didirikan pada tahun 1842 oleh NV. MIJ TOT EXPLOITILE DER SURKER ONDERNEMING. Berdasarkan PP No.24 tanggal 16 April 1959 tentang penetapan perusahaan – perusahaan pertanian atau perkebunan, milik belanda dibawah penguasaan RI SK Mentan No.229/UM/57 tanggal 10 Desember 1957 dibentuk Pusat Perkebunan Negara Baru (PPN Baru).

Berdasarkan UU No. 19 PRP tahun 1960 tentang perusahaan negara terdapat pembaharuan struktur dan jabatan-jabatan inti PPN cabang Jawa Tengah agar tetap dipimpin oleh kepala perwakilan jawatan perkebunan yang membawahi PPN dari unit Semarang Barat dipimpin oleh kuasa direksi mengelola diantaranya Pabrik Gula Jatibarang. Kelanjutan dari pabrik gula Jatibarang mengalami perubahan - perubahan yang berdasarkan Peraturan Pemerintah dan kepemilikan yang antara lain :
PP No. 141 tahun 1961 dibentuk Badan Pemimpin Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPU-PPN) yang berstatus badan hukum dan diserahi tugas menyelenggarakan pekerjaan direksi perusahaan negara dibidang perkebunan. Untuk Jawa Tengah dibentuk perwakilan BPU-PPN Jawa Tengah yang dipimpin oleh perwakilan pabrik gula Jatibarang termasuk pada PPN kesatu Jawa Tengah dipimpin oleh kuasa Direksi, pimpinan pabrik gula disebut Pimpinan.
PP No. 1 tahun 1963 pabrik gula statusnya menjadi PPN gula
PP No. 14 tahun 1966 tentang pendirian PNP XV dipimpin oleh Direksi yang terdiri dari Direktur Utama dibantu 2 (dua) orang Direktur.
PP No. 32 tahun 1973 tentang perubahan nama dari PNP XV menjadi PT. Perkebunan XV (Persero).

Pabrik Gula Jatibarang

Dalam rangka menyederhanaan bentuk perusahaan perkebunan berdasarkan akta notaris GHS Loemban Tobing SH No. 7 / 1981, pengabungan PTP XV dan XVI menjadi PT.Perkebunan XV-XVI (Persero)
Tahun 1996 status PTP XV-XVI (Persero) diubah dengan peraturan PP No. 11 menjadi PTP Nusantara IX (Persero) yang digabung dengan Perkebunan non tebu (kopi, tebu, kakao, karet dll termasuk agrowisata).

Gambaran Umum
Tahun pembuatan : 1842
Kepemilikan : BUMN

Produksi Gula
Jenis Prosessing : Sulfitasi
Jenis gula yang dihasilkan : SHS I.A. Konsumsi

Lawang Sewu


Lawang Sewu

Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.

Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).

Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945).

Gedung Lawang Sewu di tahun 1920–an

Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.

Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero

Gedung Cipta Niaga Cirebon

Gedung Cipta Niaga Cirebon ini letaknya di sebuah jalan kecil persis bersebelahan dengan Gedung Gereja Kristen Pasundan yang berada di pojokan Jl. Yos Sudarso No.10, Cirebon. Gedung Cipta Niaga Cirebon juga merupakan gedung tua peninggalan jaman kolonial yang telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Cirebon.




Gedung Cipta Niaga Cirebon merupakan sebuah bangunan bertingkat dua berbentuk kotak simetris kiri kanan dan di bagian tengahnya terdapat menara yang menonjol ke atas, dan di setiap pucak bangunan terdapat konstruksi mengerucut seperti ujung anak panah.




Sebuah tulisan yang menempel di dinding depan yang tampaknya merupakan pemilik gedung ini sebelum digunakan oleh Cipta Niaga. Tulisan itu berbunyi: “Internationale Crediet & Handelsvereeniging Rotterdam”.




Bentuk simetris Gedung Cipta Niaga Cirebon dilihat dari sisi yang lain.




Tampak samping Gedung Cipta Niaga Cirebon dengan jejeran jendela berdaun tinggi yang berada di lantai dua. Dudukan tiang bendera yang terbuat dari besi setengah lingkaran dengan beberapa ornamen sedikit memberi penyeimbang pada bentuk kotak menara.




Papan penanda Benda Cagar Budaya bagi Gedung Cipta Niaga Cirebon, serta informasi bahwa tahun 1911 adalah merupakan tahun dimana Gedung Cipta Niaga Cirebon itu dibuat. Akan lebih menarik, jika dibuat semacam prasasti di sekitar papan ini, yang menceritakan perjalanan sejarah Gedung Cipta Niaga Cirebon dari mulai pembuatan hingga saat prasasti itu dibuat.





Sebuah perjalanan memang tidak sekadar memberi makanan pada mata, namun seharusnya juga pada pikir, rasa, dan jiwa, serta indera tubuh lainnya. Sudah merupakan suatu kemajuan bahwa bangunan tua Gedung Cipta Niaga Cirebon ini telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya. Namun sebaiknya tidak berhenti hanya sampai di situ. Pembahasan perlu dilakukan agar Gedung Cipta Niaga Cirebon bisa lebih berfungsi sebagai ikon wisata, dan bisa dinikmati dengan lebih baik oleh para pejalan dan wisatawan.

Gedung Cipta Niaga Cirebon

Jl. Kebumen No. 01,
Cirebon
GPS: -6.7200786, 108.5715026
sumber, http://thearoengbinangproject.com/2010/11/wisata-niaga/





























































Gereja Santo Antonius Kotabaru

Gereja Santo Antonius Kotabaru. Ciri khas bangunan Eropa tampak pada bangunan menara tinggi di bagian depan gereja, tiang-tiang besar dari semen cor sebanyak 16 buah, juga plafon berbentuk sungkup. Gereja yang berdiri tahun 1926 dan semula bernama Santo Antonius van Padua ini mulai berkembang saat tempat ibadah semula di rumah Mr Perquin (depan Masjid Syuhada) sudah tak mencukupi lagi.Gedung Kolese Santo Ignatius yang dulu digunakan sebagai kantor Kementrian Pertahanan
Bangunan Kuno Lainnya  
Menyusuri setiap relung Kotabaru. Sederetan bangunan kuno berarsitektur Belanda akan ditemui dengan mudah. Gedung bekas Kementrian Luar Negeri yang berlokasi di simpul jalan menuju Jembatan Gondolayu, rumah Brigjend Katamso yang berada di sebelah timur Stadion Kridosono, serta bangunan gardu listrik rancangan khas Belanda.

Arsitektur keagamaan tersebar luas di seluruh pelosok Indonesia, seni arsitektur ini berkembang pesat di Pulau Jawa. Pengaruh sinkretisasi agama di Jawa meluas sampai ke dalam arsitektur, sehingga menghasilkan gaya-gaya arsitektur yang berkhas Jawa untuk bangunan-bangunan ibadah agama Hindu, Buddha, Islam, dan sampai ke umat yang berjumlah kecil yaitu Kristen.




Arsitektur Jawa.Rumah Jawa merupakan lambang status bagi penghuninya dan juga menyimpan rahasia tentang kehidupan sang penghuni. Rumah Jawa merupakan sarana pemiliknya untuk menunjukkan siapa sebenarnya dirinya sehingga dapat dimengerti dan dinikmati orang lain. Rumah Jawa juga menyangkut dunia batin yang tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat Jawa. 

Sumber: http://hajingfai.blogspot.com/2012/01/eksotisme-arsitektur-kuno-di-yogyakarta.html#ixzz1sb80Q5ts

Museum Biologi (kantor Komando Pemadam Kebakaran)

Bangunan Museum Biologi yang berada di Jalan Sultan Agung dahulu dimanfaatkan sebagai tempat tinggal pengawas militer daerah Pakualaman. Kediaman seorang warga Belanda bernama Henry Paul Sagers, kini dimanfaatkan sebagai kantor Komando Pemadam Kebakaran. 

Sumber: http://hajingfai.blogspot.com/2012/01/eksotisme-arsitektur-kuno-di-yogyakarta.html#ixzz1sb6qXHf5

Gedung Sasmitaloka Jenderal Soedirman

Gedung Sasmitaloka Jenderal Soedirman yang bisa ditemui persis di sisi kiri jalan Jalan Bintaran. Dahulu, bangunan yang berdiri tahun 1890 itu dimanfaatkan sebagai kediaman pejabat keuangan puro Paku alam VII bernama Wijnschenk. Bangunan itu juga sempat menjadi rumah dinas Jendral Soedirman, kemudian kediaman Kompi Tukul setelah kemerdekaan.

Sumber: http://hajingfai.blogspot.com/2012/01/eksotisme-arsitektur-kuno-di-yogyakarta.html#ixzz1sb6SJYDb