SMP Negeri 3 Surabaya

==========================================================
( Foto, praban1981.com )
LATAR BELAKANG SEJARAH DAN HAL-HAL YANG TERKAIT DARI GEDUNG “EX MARKAS TKR PELAJAR STAF III” DI JALAN PRABAN NO. 3 SURABAYA

I. PADA MASA “ PENJAJAHAN BELANDA” SAMPAI AKHIR TAHUN 1941

Pada Tahun 1881, Lyceum (H.B.S. 3 tahun) yang berdiri sejak tahun 1875 dan menempati gedung B.A.S (Buys Avondschool) di jalan Baliwerti (kemudian
dipakai oleh I.T.s) dijadikan Gymnasium (H.B.S 5 tahun). Kabupatennya sendiri menempati gedungnya yang baru di jalan Gentengkali (sekarang dipakai Balai Budaya)
Buys Avondschool kemudian terbagi dua yaitu : Mulo Buys yang menempat Gedung ex lyceum di jalan Baliwerti dan buys ambachtschool yang menempati gedung ex : indeteves di Sociteitstraat (Jl. Niaga)
Tetapi kedua buys ini lebih ditujukan khusus guna memenuhi kebutuhan tenaga pendidikan lanjutan untuk industri-industri yang mulai berkembang di Jawa Timur (terutama pabrik-pabrik gula)
Ir Buys, pendiri sekolah-sekolah tersebut, memang pegawai H.V.A (Handel Vereneging Amsterdam) perusahaan milik Keluarga kerajaan Belanda yang menguasai pabrik-pabrik gula itu. Jadi sekolah tersebut lebih merupakan upgrading course bagi para pegawai, bukan untuk umum. Sebelum itu juga berdiri diSurabaya sekolah semacam, milik Zusteran Kepajen. Katholieke MULO St. Aloysius kira-kira 1860, khususnya untuk mendidik calon biarawati.Pemerintah Hindia Belandan kemudian menganggap sudah tiba saatnya untuk mendirikan sekolah lanjutan untuk umum terutama guna menampung para lulusan HIS (Hollands Indlandse School), yang pada dasarnya tidak bisa melanjutkan ke H.B.S (harus dari E.L.S)
Maka kira-kira tahun 1890 berdirilah M.U.L.O (meer Ultgebreid Lager Onderwijs) Negeri yang pertama di wilayah Indonesia Bagian Timur, di jalan Praban No. 3 Surabaya, mempunyai 4 tingkatan : Voorklas, Kelas 1, Kelas 2 dan kelas 3. Voorklas tidak selalu harus dilalui bagi yang cukup pandai bisa langsung ke Kelas 1.
Meskipun MULO ini diperuntukan bagi para Inlander tetapi kenyataanya banyak kaum Nederlander dan Vreemde Oosterlingen lulusan E.L.S yang masuk, karena tidak bisa diterima di H.B.S
2. Jika diteliti perkembangan kota Surabaya yang dari Utara ke Selatan, maka sampai akhir abad ke 19 baru mencapai daerah Gentengkali , Praban, Blauran/Kranggan . Terkecuali beberapa gedung milik para landheer (Tuan Tanah) yang sudah berdiri sejak akhir abad ke 18 seperti : Gubenuran, asrama Mahasiswa (Blauran) dan loge de Vriendschap (gedung Setan) di jalan Tunjungan
Sekolah HBS Straat (jl. Wijayakusuma). Kemudian tahun 1928 disusul berdirinya MULO Ketabang (sekarang dipakai SPG I jl. Teratai). Dan kira-kira tahun 1930 berdiri lagi A.M.S (algemeene Middelbareb School) di Viaduct Staart / Jl Dharmahusa (sekarang ditempati SMA IV dan SMP 29)
AMS ini menampung lulusan MULO yang ingin meneruskan ke Hooge School (Perguruan Tinggi), seperti : Geneeskundige School (G.H.S) dan Rechts Hooge School (RHS) keduanya berada di Batavia Jakarta.
Jadi sampai abad ke 19, sekolah lanjutan yang ada di Surabaya hanya dua sekolah Negeri untuk umum dan dua sekolah partikelir yang peruntukannya khusus.
Kedua sekolah negeri tersebut ialah H.B.S di Kebonrojo dan MULO Praban, sedang sekolah partikelirnya ialah : Katholieke MULO dan MULO Buys

II. JAMAN PENDUDUKAN JEPANG (1942 Sampai AGUSTUS 1945)
1. Setelah ditutup beberapa waktu (karena Hindia Belanda diserbu Jepang), MULO Praban dibuka kembali dengan nama Dai Ichi Shooto Chuu Gakkoo atau SMP 1 Praban, menempati Gedung ex MULO dan ex ELS Boeteweg (Tanjunganom)
Sejak tahun 1938, setelah MULO Ketabang digabung dengan MULO Praban, karena Guru-gurunya terkena dienstplicht kedua gedung sekolah di atas dijadikan satu.
Karena banyak Peminat yang tidak tertampung, MULO Ketabang juga dibuka kembali sebagai Dai Ni Shooto Chuu Gakko atau SMP Negeri II Ketabang, menempati gedungnya yang lama (Jl. Teratai)
Sebagaimana halnya sekarang, SMP ini terdiri atas 3 (tiga) tingkatan / Kelas. Murid-muridnya campuran ada yang dari kelas 6 dan 7 HIS, dari Kelas atau Voorkals MULO, bahkan ada juga dari kelas VI SR pada Zaman Jepang, baik HIS (7tahun) maupun Vervolgschool (6 tahun) atau Kokumin Gakkoo.
Ketika Perang Asia Timur Raya mulai menghebat (tahun 1944), diadakan pemisahan murid-murid sekolah Menengah antara wanita dengan yang pria. Murid-murid wanita dikumpulkan di SMP Ketabang, sedang SMP II dipindahkan kegedung bagaian belakang Zusteran Darmo / Santa Maria. Kemudian dibentuk Gakkutootai singkatan dari Gakkoo (sekolah) no Seito (murid) no Tai (Korps) atau Korps / kesatuan murid murid Sekolah
Semua ada 3 Chuutai (SSK= Satuan Setingkat Kompi) : yaitu Dai Ichi Chuutai meliputi : Kooto chuu Gakkoo (SMT) + Dai Ni Schooto Chuu Gakkoo (SMP II), Dai Ni Chuutai meliputi : Koogyo Gakkoo (ST), + Koogyo Senmon Gakkoo (STM), Dai San Chuutai meliputi : Dai ichi Schooto Chuu Gakkoo (SMP I) + Taman Siswa + SKD (Sekolah Kerajinan Dagang) + SPRI (Sekolah Pertukangan Radio Indonesia).
Kecuali murid-murid sekolah, para pemuda juga diorganisir dalam kesatuan yang disebut Seinendan. Sedang yang agak tua/sudah bekerja bergabung dalam kesatuan yang disebut Keibodan.
Karena persiapan untuk menghadapi peperangan, maka baik Gakkutootai maupun Seinendan dan Keibodan diberi pelajaran Kyoren (Olah Yuda).
Masih ada kesatuan lain yang dilatih/dipersiapkan lebih professional yaitu : Heiho (Pembantu Heitai/Tentara) dan Peta (Pembela Tanah Air)
Gokkutootai inilah yang merupakan cikal bakal dari TKR Pelajar yang dikemudian hari menjadi Trip-Brigade 17. Sebagai Pelajar, sekolah menegah masih punya beban extra curiculair berupa Kinroohoshi atau kerja bakti, dari yang ringan-ringan (membungkus permen+perban, menanam pohon jarak, menggosok peluru) sampai yang berat (memotong alang-alang di lapangan terbang dan membangun benteng-benteng pertahanan di pantai utara Gresik/Suci)
Tetapi justru berkat Kyoren dan Kinroohoshi serta disiplin Jepang yang Keras dan Kehidupan yang serba susah/sulit/miskin itulah maka para pelajar ini tetap bias survive dalam menghadapi revolusi perang Kemerdekaan selama kurang lebih 5 (lima) tahun lamanya. Disisi lain, keadaan pengalaman-pengalaman tersebut juga mengubah jiwa merdeka serta sikap anti penjajah/perbudakan dan anti Jepang.
Oleh para pelajar SMP I Praban hal ini dimanisfestasikan ke dalam gerakan anti gundul. Pada waktu itu semua pelajar semua tingkat SR sampai SMT harus gundul (seperti para Reitai San prajurit Jepang)
Protes ini mengakibatkan para pelajar SMP I Praban discors selama satu minggu, tetapi baru berjalan beberapa hari, oleh Syuschokan (resisden Jepang) diizinkan untuk memelihara rambut sepanjang maksimum 2 cm, agar tidak terkena heat-stroke sewaktu Kyoren.
Tetapi di dalam kenyataannya, pelajar-pelajar SMP 1 ini bersaing dalam memelihara rambut masing-masing. Hanya pelajar-pelajar Praban yang berani berbuat ini. Beberapa waktu kemudian baru menyusul/berani meniru murid-murid dari SMT, pelajar-pelajar dari sekolah lainnya tetap taat gundul sampai Jepang kalah.

III. PERIODE SETELAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN :

17 AGUSTUS 1945
Periode ini dapat dalam 3 (tiga) tahapan:
Sampai akhir November 1945
Desember 1945 s/d Desember 1949
Setelah pengakuan kedaulatan Januari 1950

Tahap 1
a. Sebagai tindak lanjut dari Proklamasi Kemerdekaan, maka pada tanggal 23 Agustus 1945 oleh Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia dibentuklah di seluruh Indonesia organisasi BKR (Badan Keamanan Rakyat)

Para pelajar Surabayapun tidak mau ketinggalan, dibentuklan BKR Pelajar yang terbagi dalam 4 (empat) kelompok :
- Rayon Darmo  : Terdiri dari Pelajar SMT + SMP II
- Rayon Sawahan  : Terdiri atas pelajar ST + STM
- Rayon Praban  : Terdiri atas Pelajar SMP I + Taman Siswa SKD +SPRI
- Rayon Herenstraat  : Kelompok Pelajar yang bertempat tinggal di sekitar Jembatan Merah
Dengan keluarnya maklumat pemerintah tanggal 25 September 1945 tentang perubahan Badan Keamanan Rakyat (BKR) menjadi Tentara Keamanan rakyat (TKR), maka BKR Pelajar juga berubah menjadi TKR Pelajar, dan terbagi / terdiri atas :

- Staf I  : Ex Dai ichi chuutai dengan + 150 anggota bermarkas di Jl. Darmo 49 (zusteran) dipinpin oleh Isman + Moelsoedjono
- Staf II  : Ex Dai Ni Chuutai dengan + 150 anggota bermarkas di Patua 2 (gedung ST) dipimpin oleh : Abdoelsyoekoer + Spemarto
- Staf III  : Ex Dai San Chuutai + 200 anggota bermarkas di Jl Praban 3 (Gedung SMP I) dipimpin oleh : Aniroen + Moh. Tohir
- Staf IV  : Ex BKR Rayon Herenstraat dengan + 20 anggota dipimpin oleh Soetojo + Ismail K

Istilah staf disini jangan diartikan secara administrative tetapi lebih mengacu pada system ketentaraan Jerman yang memakai kata staffe untuk suatu Corps seperti Schultz staffe (SS) disamping kesatuan Strum abteilung (SA)
Jadi TKR staf I sampai IV bukanlah merupakan kesatuan tempur, tetapi sikon yang membuatnya ikut bertempur.
Karena para anggotanya adalah mereka yang mempunyai pendidikan cukup tinggi untuk saat itu maka mereka ini diarahkan untuk kedudukan seperti staf dari kesatuan. Mereka semua diberi kepangkatan sejajar dengan Letnan Muda. Memang merupakan suatu hal yang unik bahwa suatu kesatuan anggotanya terdiri semua opsir. Dalam kegiatan-kegiatan selanjutnya mereka ini diberi fasilitas sama dengan opsir, bahkan pihak Belanda pun berbuat demikian
b. Khusus mengenai TKR Pelajar Staf III yang memiliki jumlah paling banyak dan bertempat yang sangat sentrum/strategis, memungkinkan kesatuan ini mampu bergerak mengikuti semua irama Revolusi dan Peristiwa Bendera di (Hotel Orange/Yamato), pengambilalihan lapangan terbang Morokrembangan, perampasan senjata dari gudang Don Bosco, Penyerangan Markas Kempetai sampai pertempuran 10 Nopember 1945.
Karena lokasinya yang strategis itu pulalah, serta tempat/ruang yang memenuhi syarat, maka di gedung markas staf III itu juga diteken local/sekarang ruang guru dipakai untuk gudang senjata dan amonisi hasil rampasan dari tentara Jepang.
Tetapi ada juga sisi yang kurang menguntungkan, ialah menjadi sasaran penembakan dari meriam kapal (dari Tanjung Perak/Ujung). Masih untung yang terkena adalah gedung White Away (siola), tapi dari tembakan mortar tak urung jatuh juga korban, yaitu Sdr. Moeldjono.

Dalam 100 hari pertempuran/peristiwa-peristiwa yang terjadi seperti tersebut diatas, anggota TKR staff III yang gugur ialah:
Pak Isngadi-Guru Kyoren pada peristiwa Hotel Orange
Sdr. Ismoenandar klas IIID penyerang Kenpetai
Sdr. Soenarjo Klas IIIB penyerang Kenpetai
Sdr. Koestat murid SPRI penyerang Kenpetai
Sdr. Moeljono Klas IIIC pertempuran 10 Nopember 1945

Untuk kenangan bagi para pelajar TKR Pelajar dan guru-gurubKyoren yang telah gugur dalam pertempuran-pertempuran kota Surabaya itu, dibangun suatu prasasti di kompleks SMA Wijayakusuma dan peresmiannya dilakukan oleh Pangdam V Brawijaya, Mayjen Hartono pada tanggal 13 Nopember 1991.
c. Jika kita siapkan kriteria dari panitia pelaksana Survey Sejarah Kepahlawanan Kota Surabaya, maka gedung ex markas TKR pelajar staf III ini termasuk dalam lokasi focus ke 3 (sekitar Hotel Orange/Yamato LMS) disamping Fokus ke 1 (sekitar jembatan Merah) dan lokasi Fokus ke 2 (sekitar Tugu Pahlawan)
Pada akhir Nopember 1945, markas TKR pelajar staf III ini terpaksa dikosongkan /ditinggalkan , karena kesatuan ini mundur hengkang keluar kota bersama kesatuan-kesatuan perjuangan lain. Kota Surabaya diduduki/dikuasai oleh tentara sekutu/Belanda sampai akhir tahun 1949, dengan pemerintahan yang disebut “Recomba” “Regirings Commissarisvoor Bestuurs Aanggelegenheden”

Tahap 2
MASA PENDUDUKAN BELANDA (Desember 1945 S.D. 1949)
Tidak banyak yang bias ditulis/diketahui selama Pemerintahan Recomba itu (1946-1949). Yang jelas gedung praban ini dipakai lagi sebagai sarana pendidikan yaitu Herstel MULO dan MS. Salah seorang Alumnusnya yang tekenal sekarang ini : Prof. DR. Fuad Hasan ex Menteri P dan K. Karena sikon maka murid-muridnya ialah mereka yang dahulu dikenal sebagai Vreemde Oosterlingen, selain para Belanda Indo juga ada krlompok Menado dan Ambon
Sebelum gedung Praban ini pernah dipakai sementara oleh H.B.S menunggu penyelesaian renovasi gedungnya sendiri di Jl Wijayakusuma
Setelah selesainya KMB (konferensi Meja Bundar) di Den Haag dan menjelang Pengakuan KedaulatanRI oleh Dunia Internasional (Januari1950), sekolah ini ditutup. Murid-muridnya yang masih tertinggal, umumnya pindah ke sekolah tionghoa atau sekolah katholik (Santa maria & St. Louis)

Tahap 3
JAMAN RIS / FEDERAL KEMUDIAN RI SAMPAI SEKARANG
Setelah Harstel MULO tersebut di atas ditutup (pada akhir Desember 1949), sampai kira-kira akhir tahun 1950 gedungnya dipergunakan untuk menampung para Gerepatrierenden, yaitu para ex KNIL dan Keluarganya yang tidak bersedia menjadi TNI-AD, dan ingin pulang ke negeri kincir Angin menjadi Nederlands Onderdaan (WN Belanda)
Tahun 1951-1952 gedung ini dipakai oleh Nederlands Militaire Missie (NMM) untuk menyelenggarakan Applicatie Cursus Voor Zee Officieren dari ALRI, dibawah pimpinan Mayor Hunholzt.
Semua KASAL (Kepala Staf Angkatan Laut) RI dan Angkatan 45 pernah dididik disini.
Itulah sebabnya mengapa SMP I kemudian berpindah menempati bekas gedung ELS di Jl. Pacar mulai tahun 1950
Sedangkan SMP II menempati gedungnya di Jalan Kepanjen (mulai tahun 1952) bekas SMA Peralihan yang pindah ke gedung ex Christeliike MULO di Jl. Gentengkali 33 (sekarang Kanwil P dan K Jatim) yang kemudian menjadi SMA III. Gedung SMP Praban baru kemudian (tahun 1953) dipakai lagi sebagai SMP III dan SMP IV (sampai sekarang)
Dengan timbulnya OrdeBaru dan terjadinya oilbloom ditahun ’70 an, gedung SMP Praban yang letaknya sangat strategis itu menjadi incaran kaum investor.
Tanpa mau memahami/memperhatikan sifat historis Monumental yang melekat pada bangunan tersebut, khususnya Sejarah Perang Kemerdekaan dan perlunya pelestarian Jiwa Semangat juang’45 maka tahun 1974 gedung Ruislag untuk dijadikan kompleks pertokoan bersama-sama dengangedung SMP Negeri 4 Jl. Tanjung Anom.
Dalih yang dipakai bahwa lokasi tersebut tidak cocok untuk sekolah dan lagi tidak memenuhi persyaratan sebagai SMP type C kurang banyak ruangannya, arealya kurang luas dan ruang-ruang kelasnya terlalu kecil dan sempit.
Alasan tersebut hanya dicari-cari saja. Dari 10 SMP Negeri yang ada di Kota Surabaya (SMP 1 sampai 10) hanya SMP Negeri 3 lah yang gedung sekolahnya bekas sekolah lanjutan (MULO), yang memiliki ruang-ruang khusus seperti : Ruang Ilmu Alam, Ruang Biologi, Ruang Gambar dan Bibliotheek. Tetapi ruang-ruang ini kemudian dijadikan ruang kelas dan ruang guru.
Sedang SMPN-SMPN lainnya digedungnya bekas sekolah rendah/dasar yaitu ELS, HIS bahkan verlogschool : yang sesuai aturan Dept O & E (Belanda) dulu, baik areal maupun ruang-ruang kelasnya lebih kecil/sempit, juga jumlah ruangannya lebih sedikit.
Dan lagi, sejak zaman MULO (tahun 1939) sampai zaman Jepang (SMP I), karena dianggap kurang besar maka bekas ELS Boetteweg kemudian gedungnya digabungkan menjadi dengan MULO/SMP I Praban. Tetapi kemudian (zaman RI) malah dianggap terlalu besar dan dijadikan 2 sekolah yaitu SMP 3 dan SMP 4 sampai sekarang. Apakah ini bukan kebijakan acak-acakan.
Akibat dari ruislag tersebut di atas ialah, bahwa selama kurang lebih 4 tahun lamanya kedua gedung sekolah tersebut SMP 3 dan SMP 4 menjadi tidak terurus, karena anggaran sudah distop/dicoret dari mata anggaran Depdikbud. Keadaannya seperti kandang ayam, kata Prof. Haroen Zain pada kesempatan meninjau kedua sekolah tersebut.
Atas kesempatan bersama (sebagai hasil pertemuan makan siang bersama di rumah Sdr. Prihadi di Jalan Sumatra 52-54 diputuskan untuk tetap mempertahankan/melestarikan keberadaan gedung ex MULO/SMP I Praban mengingat adanya nilai-nilai Historis Monumental yang melekat padanya, yaitu :
Merupakan SLTP/MULO tertua/pertama di wilayah Indonesia bagian Timur yang telah banyak menghasilkan tokoh-tokoh yang berbobot dan berjasa bagi bangsa Indonesia.
Pernah dipakai sebagai Markas TKR Pelajar Staf III yang tidak kecil perannya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di kota Surabaya khususnya.
Meskipun Gedungnya sudah tua/kuno , tetapi tetap kokoh dan merupakan mata rantai dalam perkembangan sejarah arsitektur abad ke 19.
Untuk merealisasikan kesepakatan tersebut di atas, didirikanlah Yayasan Praban dengan :
Ketua Umum  : Prof. Drs. Haroen Zain waktu itu menjabat sebagai Menteri Nakertrans
Penasehat  : Moeldjono,SH. (alm) waktu itu menjabat sebagai menteri kehakiman
Pengurus lainya terdiri atas tokoh-tokoh ex Prabaners baik yang ada di Jakarta maupun Surabaya
Yayasan Praban ini berkedudukan di Jakarta, dengan maksud dan Tujuan : meyakinkan pemerintah (Menteri Keuangan) serta Pemda KMS/Walikota Surabaya akan nilai hitoris monumental yang melekat pada bangunan SMPN 3 dan SMPN 4 itu, sehingga seyogyanya tidak dijadikan kompleks pertokoan, yang sudah berlebihan/jenuh, hingga banyak yang kosong.
Sebaliknya dengan sekolah yang masih kekurangan khususnya SMP.
Perjuangan ini berhasil dan Bapak Drs. Moehadji Wijaya (Alm) sebagai Walikota Surabaya Waktu itu, mempertahankan komplek SMPN 3 dan SMPN 4 (Praban dan Tanjung Anom) tetap sebagai fasilitas umum Pendidikan dengan catatan, kedua gedung sekolah tersebut harus dibangun sehingga memenuhi persyaratan sebagai SMP bertipe C dengan catatan , bangunan yang Historis Monumental itu tidak boleh dirubah apalagi dibongkar.
Suatu persyaratan yang tidak ringan/ tidak mudah relisasinya, tetapi berkat kekompakan para exprabaners dan dukungan / bantuan banyak pihak tuntutan Walikota tersebut dapat juga terlaksana (tahun 1980) dengan dana dari APBN/DIP.
c. Setelah kurang lebih satu decade berlalu dengan tenang, maka dengan munculnya kaum konglomerat, maka kembali gedung Praban menjadi sasaran Ruilag untuk dijadikan kawasan CBD (Central Business District) suatu konsep pembangunan wilayah yang tidak dikenal/menyimpang dari konsep pembangunan wilayah KMS yang sudah diperdakan, yaitu : Masterplan Surabaya 2000.
Tentu saja hal itu menimbulkan reaksi para exprabaners yang dahulu dengan susah payah telah berhasil menhindarkan/kawasan tersebut dari penggusuran dan membangun/memugar SMP Negeri 3 dan 4 itu sehingga memenuhi persyaratan sebagai sekolah bertipe C maka dalam rangka memperingati hari Pahlawan 1990 diadakan reunie ke V dengan thema : Peringatan 100tahun MULO/SMP Praban.
Setelah diselenggarakan macam-macam acara puncak berupa “Resepsi di gedung serbaguna BPD Jatim, diadakan pertemuan di rumah Sdr. Iskak Syafi’i Jl. Kaliwaron 74 untuk Menentukan sikap. Dicapailah kesepakatan yang intinya : tetap berusaha memperjuangkan melestarikan “ Kompleks SMP Praban sebagai Wilayah Fasilitas Umum c.q Pendidikan “ sesuai kebijakan Walikota Alm. Bapak Moehadji Wijaya dan menyusun Bargaining position dengan mengajukan “term of reference” kepada Pemerintah Daerah I & II sebagai alternative penyelesaian.
Tetapi kesepakatan tersebut di atas telah dilanggar (sendiri) oleh pengurus Yayasan Praban (Jakarta). Dengan alas an yang tidak jelas, mereka mengikuti pola penyelesaian yang diajukan oleh investor (PT Buwana Mandra Raharja) yaitu: memberikan kenang-kenangan tetenger pada para alumni Praban berupa: “Praban Memorial Hall” dan “Praban Plaza”
Konsep ini penyelesaian ini oleh para anggota ex TKR pelajar staff III tidak dapat diterimakan dengan alasan :Diragukan keabsyahan landasan hukumnya dari ruislag tersebut di atas :
1. Mengacu pada konsep CBD yang tidak ada dalam “Masterplan 2000” 2. SPWnya sudah kadaluwarsa (melewati batas waktu realisasi 6 bulan), ada kemungkina palsu 3. Prosedur pengajuan ruislagnya terlihat dipaksakan 4. Terlalu memperhitungkan segi commercial kurang memahami sejarah perjuangan pelajar-pelajar Surabaya khususnyadan arek-arek Suroboyo umumnya 5. Tidak mengerti perlunya pelestarian bangunan bernilai sejarah sebagai manifestasi dan predikat : Surabaya Kota Pahlawan
Maka para ex anggota TKR Pelajar staff III kemudian mengajukan penyelesaian yang lebih mengarah pada “ pelestarian Jiwa & Semangat Juang 45 dan berladaskan hokum yang lebih mantap : Pelestarian Bangunan Kuno (yang sudah berusia 100 tahun) ex MULO Praban yang pernah dipakai sebagai Markas TKR Pelajar Staff III sebagai Monumen Perjuangan Pelajar’45.
Gagasan ini mendapat dukungan dari berbagai pihak (a.l. Angkatan ’45) dan sekarang ini sedang dirintis realisasinya dengan instansi terkait, baik sipil / Pemda maupun militer, khususnya Dept. P & K (Dirjen Kebudayaan)
Untuk sarana Pendukung, maka pada tanggal 20 Mei 1991 yang lalu telah didirikan “Yayasan Ex TKR Staff III” disingkat Yayasan ESGA yang bisa juga diartikan” yayasan Eka satya Gita Amarta”
Pada tahun 2007, sekolah ini menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebelumnya dengan KBK. ( Wikipedia )